02 November, 2009

Purbatisti - Purbajati ( Part 5 )

R A T U

Setiap diri kita adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas segala urusannya. Dan sepertinya kita menyadari bahwa pada beberapa tempat, angka-angka yang mengisyaratkan pada ayat yang menjadi penghulu dari segala ayat yang ada, yaitu ayat kursi (Al-Baqoroh ayat 255) selalu kita temukan pada UUD 1945 baik secara terang maupun secara tersembunyi. Penghulu itu pemimpin, pemimpin itu ratu dalam bahasa yang sedikit sakral. Perihal ayat yang menjadi ratunya segala ayat ini, ada beberapa gagasan yang muncul mengenai jumlah huruf perangkainya. Hal ini tidak bisa kita elakkan karena ragamnya pendapat mengenai cara penulisan dan redaksi dari kalimat-kalimat itu sendiri, dan untuk ini sudah selayaknya kita mengakui dan memberikan tempat terhadap perbedaan itu tanpa menghilangkan keberadaan maknanya. Dalam kaitannya dengan kapasitas dia sebagai ratu, setidak-tidaknya dapat kita katakan bahwasanya seorang ratu itu bebas mau datang dari mana saja, memakai baju dan bendera warna apa saja, postur dan tinggi rendahnya bagaimana saja, yang jelas sejatinya adalah seorang ratu yang mampu masuk ke segala kalangan, yang mampu menjelajah ke segala medan, yang mampu berada di segala situasi dan kondisi, di segala hari, di segala jam, di segala detik dan kesempatan.

Untuk ayat yang menjadi ratu segala ayat ini saya hanya akan mengambil beberapa kemungkinan, diantaranya mengenai jumlah tasdid (w) saya mengambilnya dengan anggapan 11 buah dan terdiri atas 50 kata sebagaimana yang diisyaratkan pada awal mula diwajibkannya shalat. Jadi untuk menghitung jumlah huruf keseluruhan ayat kursi, tinggal ditambah dengan angka 11 sebagai jumlah huruf yang dihitung ganda. Untuk jumlah huruf perangkainya bervariasi dari mulai 180, 181, 182, 183, 184, 185 dan 186. Supaya lebih mudah, kita bagi dalam 8 kelompok kata (frase), dan kelompok kata pertama (frase I) adalah ALLAHU LAA ILAAHA ILLAA HUWAL HAYYUL QOYYUUM, dengan 7 kata. Kelompok kata kedua (frase II) adalah LAA TA’KHUDZUHUU SINATUN WA LAA NAUM, dengan 5 kata. Kelompok kata ketiga (frase III) LAHUU MAA FIS SAMAAWATI WAMA FIL ARDLI, dengan 7 kata. Kelompok kata keempat (frase IV) adalah MAN DZAL LADZII YASYFA’U ‘INDAHUU ILLAA BI IDZNIHII, dengan 7 kata. Kelompok kata kelima (frase V) adalah YA’LAMU MAA BAINA AIDIIHIM WAMAA KHOLFAHUM, dengan 6 kata. Kelompok kata keenam (frase VI) adalah WALAA YUHITHUUNA, BISYAI IN MIN ‘ILMIHI ILLA BIMAA SYAA A, dengan 8 kata. Kelompok kata ketujuh (frase VII) adalah WASI’A KURSIY YUHUS SAMAA WAATI WAL ARDHO, dengan 4 kata. Terakhir kelompok kata kedelapan (frase VIII) adalah WALAA YA UUDUHUU HIFDHUHUMAA WAHUWAL’ALIYYUL’ADHIIM, dengan 6 kata.

Berikut hanya beberapa kemungkinan cara penulisan secara qot’i (terputus-putus) dari sekian kemungkinan yang ada dengan tidak menutup kemungkinan munculnya angka-angka lain yang merujuk pada jumlah huruf ayat kursi dan perihal mana yang benar itu terserah kepada masing-masing fihak yang meyakininya.

Kemungkinan cara penulisan secara qot’i (terputus-putus) bagi yang menghitung 186 huruf dengan jumlah huruf tiap frasenya adalah frase I = 24, frase II = 17, frase III = 22, frase IV = 24, frase V = 23, frase VI = 28, frase VII = 20 dan frase VIII = 28.


Kemungkinan cara penulisan secara qot’i (terputus-putus) bagi yang menghitung 185 huruf dengan jumlah huruf tiap frasenya adalah frase I = 24, frase II = 16, frase III = 22, frase IV = 24, frase V = 23, frase VI = 28, frase VII = 20 dan frase VIII = 28, dengan perhatian khusus pada kelompok kata kedua tepatnya pada kata kedua


Kemungkinan cara penulisan secara qot’i (terputus-putus) bagi yang menghitung 184 huruf dengan jumlah huruf tiap frasenya adalah frase I = 24, frase II = 17, frase III = 20, frase IV = 24, frase V = 23, frase VI = 28, frase VII = 20 dan frase VIII = 28, dengan perhatian khusus pada kelompok kata ketiga


Kemungkinan cara penulisan secara qot’i (terputus-putus) bagi yang menghitung 183 huruf dengan jumlah huruf tiap frasenya adalah frase I = 24, frase II = 16, frase III = 20, frase IV = 24, frase V = 23, frase VI = 28, frase VII = 20 dan frase VIII = 28, dengan perhatian khusus pada kelompok kata kedua dan ketiga



Kemungkinan cara penulisan secara qot’i (terputus-putus) bagi yang menghitung 182 huruf dengan jumlah huruf tiap frasenya adalah frase I = 24, frase II = 16, frase III = 20, frase IV = 23, frase V = 23, frase VI = 28, frase VII = 20 dan frase VIII = 28, dengan perhatian khusus pada kelompok kata kedua, ketiga dan keempat



Kemungkinan cara penulisan secara qot’i (terputus-putus) bagi yang menghitung 182 huruf dengan jumlah huruf tiap frasenya adalah frase I = 24, frase II = 16, frase III = 20, frase IV = 24, frase V = 23, frase VI = 27, frase VII = 20 dan frase VIII = 28, dengan perhatian khusus pada kelompok kata kedua, ketiga dan keenam



Kemungkinan cara penulisan secara qot’i (terputus-putus) bagi yang menghitung 181 huruf dengan jumlah huruf tiap frasenya adalah frase I = 24, frase II = 16, frase III = 20, frase IV = 23, frase V = 23, frase VI = 27, frase VII = 20 dan frase VIII = 28, dengan perhatian khusus pada kelompok kata kedua, ketiga, keempat dan keenam



Kemungkinan cara penulisan secara qot’i (terputus-putus) bagi yang menghitung 181 huruf dengan jumlah huruf tiap frasenya adalah frase I = 24, frase II = 16, frase III = 20, frase IV = 24, frase V = 23, frase VI = 27, frase VII = 20 dan frase VIII = 27, dengan perhatian khusus pada kelompok kata kedua, ketiga, keenam dan kedelapan


Kemungkinan cara penulisan secara qot’i (terputus-putus) bagi yang menghitung 180 huruf dengan jumlah huruf tiap frasenya adalah frase I = 24, frase II = 16, frase III = 20, frase IV = 23, frase V = 23, frase VI = 27, frase VII = 20 dan frase VIII = 27, dengan perhatian khusus pada kelompok kata kedua, ketiga, keempat, keenam dan kedelapan



Namun dari beberapa kemungkinan tersebut, ataupun dari kemungkinan yang lain, sepertinya angka 180 lebih mendekati kepada yang lebih banyak dipakai mengingat 180 merupakan acuan derajat dalam busur yang mendasari terciptanya bentuk-bentuk geometri. Dari angka 180 akan muncul angka-angka seperti 30, 45, 90 atau 360, dan sepertinya tidaklah ada bentuk geometri yang tidak dapat direka oleh busur yang berderajat 180 itu.

Jika kita perhatikan Pembukaan UUD 1945, alinea pertama terdiri atas 26 kata, alinea kedua 31 kata, alinea ketiga 25 kata dan pada alinea keempat terdiri atas 98 kata dengan perhatian khusus pada kata “daripada”. Dari keempat alinea ini, jika kita hitung jumlahnya adalah 180 kata. Tetapi jumlahnya akan menjadi 184 kata jika ditambah dengan kata “UNDANG-UNDANG DASAR PEMBUKAAN” sebagai judulnya.

Alinea pertama Pembukaan UUD 1945, 26 kata, 159 huruf :

Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.

Alinea kedua Pembukaan UUD 1945, 31 kata, 213 huruf :

Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

Alinea ketiga Pembukaan UUD 1945, 25 kata, 161 huruf :

Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.

Alinea keempat Pembukaan UUD 1945, 98 kata, 677 huruf :

Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia, yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada : Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Bila kita hubungkan dengan hal-hal yang membedakan pada dua yang beda tetapi satu (Bhinneka Tunggal Ika) adalah setidak-tidaknya terletak pada 4 hal yaitu : zat, sifat, perbuatan (rahasia) dan wujudnya. Seperti zat Tuhan itu 1, sifatnya 21 : 20 yang wajib ; 1 yang wenang, rahasia perbuatannya melalui 10 malaikat dan wujudnya 1 sehingga jumlahnya adalah 33. Lain dengan manusia di mana zatnya adalah 3, sifatnya 5 : 4 yang wajib ; 1 yang wenang, rahasia perbuatannya melalui 7 sukma utamanya dan lebih jelasnya diurus oleh 7 malaikat falakiyah melalui 7 hari. Sementara wujudnya adalah 2, jasmani dan rohani, jadi seluruhnya ada 17 (3+5+7+2). Sifat 20 yang wajib : wujud, qidam, baqo, mukholafatu lilhawaditsi, qiyamuhu binafsihi, wahdaniyat, qudrat, irodat, ‘ilmu, hayat, sama’, bashor, kalam, qodirun, muridun, ‘alimun, hayyun, samiun, bashirun dan mutakallimun, sedangkan sifat wenangnya adalah jaiz mumkinat watarkil mumkinat. Sifat 4 yang wajib : sidiq, amanah, fathonah dan tabligh, sedangkan sifat wenangnya adalah a`a’rodh basyariyyah.

Empat hal yang membedakan itu bisa kita ungkap melalui pengacakan 10 huruf pembentuk Basmalah, yaitu : ba, sin, mim, alif, lam, Ha (besar), ro, ha (kecil), nun dan ya. Bila 10 huruf tersebut kita acak menjadi kata-kata yang bermakna, akan muncul pasangan kata sulbiyah dengan arohman atau pasangan kata basilanah dengan arohim. Sulbiyah merujuk pada zat, yaitu sesuatu yang berasal/berhubungan dengan sulbi (tulang sulbi pada laki-laki) dan rohman merujuk pada sifat pada perempuan. Sedangkan basilanah merujuk pada perbuatan sesuatu yang berbentuk basil (basil = batang) dan arohim merujuk pada wujud yang ada pada perempuan. Jadi hal ini menegaskan bahwa segala sesuatu itu akan muncul jika ada kerjasama dua fihak yang berbeda, tetapi menyatu.

Demikian yang terisyaratkan oleh 4 alinea pada Pembukaan UUD 1945, angka 26 pada alinea pertama merujuk pada surat yang berisi 5 unsur pembentuk manusia. Alinea kedua, angka 30 jelas merujuk pada yang 30 juz yang merupakan gambaran manusia seutuhnya dan angka 1-nya pada spesifikasi pria atau wanita. Angka 25 pada alinea ketiga adalah kisah perbuatan rosul yang 25 dengan 5 keutamaannya. Sedangkan angka 98 dengan perhatian khusus pada kata “daripada” dalam alinea keempat mengisyaratkan pada asma-asma Ilahi. Kekhususan pada satu kata “daripada” seperti khususnya asma “Ar-Rohman & Ar-Rohim” sebagai asma yang kedua dan ketiga jika diurutkan dari mulai asma pertama “Allah” sampai dengan asma ke-99 “Ash-Shobur”. Perhatikan dengan baik posisi garis miring (/) pada kata permusyawaratan/perwakilan dengan posisi asma ke-88 “Al-Ghoniyyu” (Yang Maha Kaya) dan asma ke-89 “Al-Mughniyyu” (Yang Memberi Kekayaan). Dengan kekhususan kata “daripada” pada alinea keempat ini, bila kita anggap kata tersebut sesungguhnya adalah 2, maka jumlah kata pada alinea keempat itu adalah 99 dan berarti jumlah kata keseluruhan isi Pembukaan UUD 1945 adalah 181. Angka 181 inipun masih bisa diakomodir sebagai jumlah huruf ayat kursi, dan bila ditambah dengan jumlah huruf yang dicetak tebal sebagai judul, yaitu 26 hasilnya adalah 207. Angka 207 ini sesuai dengan penjumlahan huruf keseluruhan surat Al-Insyiroh, yakni 105 (101 huruf + 4 tasdid) dengan jumlah huruf keseluruhan surat Al-Fiil, yaitu 102 (97 huruf + 5 tasdid).

Jumlah huruf surat Al-Insyiroh dari ayat 1 sampai dengan 8 berturut-turut adalah : 12; 13; 12; 12; 14; 13; 13; 12 dengan jumlah huruf yang bertasdid ada 4.

Jumlah huruf surat Al-Fiil dari ayat 1 sampai dengan 5 berturut-turut adalah : 24; 19; 20; 18; 16 dengan jumlah huruf yang bertasdid ada 5.

Asma-asma Ilahi:

Allah; Ar-Rohman; Ar-Rohim; Al-Maliku; Al-Qudduus; As-Salam; Al-Mu’min; Al-Muhaiminu; Al-‘Azizu; Al-Jabbaru; Al-Mutakabbir; Al-Khoolik, Al-Baariu; Al-Mushowwiru; Al-Ghoffaaru; Al-Qohharu; Al-Wahhabu; Ar-Rozzaqu; Al-Fattahu; Al-‘Aliimu; Al-Qoobidhu; Al-Baasitu; Al-Khoofidhu; Ar-Roofi’u; Al-Mu’izzu; Al-Mudzillu; As-Samiu’; Al-Bashiru; Al-Hakamu; Al-‘Adlu; Al-Lathiifu; Al-Khobiiru; Al-Haliimu; Al-‘Adhiimu; Al-Ghofuuru; Asy-Syakuuru; Al-‘aliyyu; Al-Kabiiru; Al-Hafiidhu; Al-Muqiitu; Al-Hasiibu; Al-Jaliilu; Al-Kariimu; Ar-Rooqibu; Al-Mujiibu; Al-Waasi’u; Al-Hakiimu; Al-Waduudu; Al-Majiidu; Al-Baa’itsu; Asy-Syahiidu; Al-Haqqu; Al-Wakiilu; Al-Qowiyyu; Al-Matiinu; Al-Waliyyu; Al-Hamiidu; Al-Muhsiyyu; Al-Mubdiu; Al-Mu’iidu; Al-Muhyi; Al-Mumiitu; Al-Hayyu; Al-Qoyyumu; Al-Waajidu; Al-Maajidu; Al-Waahidu; Ash-Shomadu; Al-Qoodiru; Al-Muqtadiru; Al-Muqoddimu; Al-Muakhkhiru; Al-Awwalu; Al-Aakhiru; Adh-Dhoohiru; Al-Baathinu; Al-Waliyyu; Al-Muta’aali; Al-Barru; Ath-Tawwabu; Al-Muntaqimu; Al-‘Afuwwu; Ar-Rouufu; Malikul mulki; Dzul Jalaali wal-ikroom; Al-Muqsithu; Al-Jaami’u; Al-Ghoniyyu; Al-Mughniyyu; Al-Maani’u; Adh-Dhorru; An-Naafi’u; An-Nuuru; Al-Haadi; Al-Badii’u; Al-Baaqi; Al-Waaristu; Ar-Rosyidu; As-Shobuuru.

Bermain-main dengan angka 8, dalam dunia pewayangan terkenal sebuah senjata yang bermata 8 milik Prabu Kresna yang merupakan senjata ampuh untuk menjaga alam semesta dari gangguan pengaruh Batara Kala (kala = waktu), namanya Cakra (tanda) mirip sebuah anak panah yang dapat melesat menjelajah ke segala arah, 8 penjuru mata angin dan pada masing-masing matanya terdapat rajah (tulisan) yang merupakan gambaran dari kekuatan yang dimilikinya untuk menguasai kala. Berikut yang merupakan rajah dari Kala Cakra :

Ya maraja jara maya, he kang pangrancana marya luwih : hai yang mempunyai perencanaan hidup yang utama, tingkatkan kemahiranmu! Dan unsur di alam yang berperan pada cakra ini adalah matahari, bulan, bintang, cahaya, urub dan pramana.

Ya marani nira maya, he kang hanekani ilanga kaluwihanira : hai yang memasuki hilangkan kelebihanmu! Dan unsur di alam yang berperan pada cakra ini adalah samirana (angin utama), air, bumi, api, dan angin.

Ya silapa pala siya, he kang gawe luwe waregana : hai yang membuat lapar, bodoh, malas, kenyanglah/sembuhlah! Dan unsur di alam yang berperan pada cakra ini adalah segala macam permata yang terkandung di bumi seperti emas, perak, timah, tembaga, garam, besi dan belerang.

Ya midora rada miya, he kang gawe mlarat hanyukupana : hai yang membuat melarat, cukupkanlah/sempurnakanlah/penuhilah! Dan unsur di alam yang berperan pada cakra ini adalah sari dari emas, tembaga, guntur, kilat, mega mendung, dll.

Ya midosa sada miya, he kang para cidra kogel welasa : hai segala yang membuat luka, mati, sakit, licik, sayanglah! Dan unsur di alam yang berperan pada cakra ini adalah daya asih, sabda, daya geter, cipta, tolak, pantog, giles, tarik, tekan, kumpul, pisah, tendet, dll.

Ya dayuda dayu daya, he kang hamerangi laruta kakuatanira : hai yang menyerang, musnahlah kemampuanmu! Dan unsur di alam yang berperan pada cakra ini adalah warna-warna seperti merah, hitam, kuning, putih, biru, ungu, dll.

Ya ciyoca cala siya, he kang hanyikara marya nangsaya : hai yang menyiksa/membuat sengsara, berhentilah/sembuhlah dengan baik! Dan unsur di alam yang berperan pada cakra ini adalah suara-suara seperti suara angin, topan, air, ombak, hujan, dll.

Ya sihama maha siya, he kang dadi hama yogya asiha : hai yang menjadi hama/perusak, jadilah kembali asih! Dan unsur di alam yang berperan pada cakra ini adalah zat-zat, racun, bisa, gas rasa, dll.

Kedelapan rajah tersebut, dengan bijak mengingatkan kita pada 8 alam yang dilalui oleh manusia dari awal sampai akhir, yaitu alam ruh, alam rahim, alam dunia, alam kubur, alam ba’ats, alam mahsyar, alam mizan dan alam akhirat (surga/neraka) dengan adanya satu tahap yang merupakan sisipan di antara alam kubur dan ba’ats yaitu kiamat. Karena masuknya ke alam kubur didahului proses kematian, dan kematian itu sendiri dianggap sebagai kiamat (kiamat kecil), oleh karenanya dalam hal ini tidak diisyaratkan langsung atau dianggap menjadi satu rangkaian dengan alam ba’ats, karena kedua fase itu (kiamat & ba’ats) sama-sama menggunakan berbagai daya dan kekuatan sebagaimana yang diisyaratkan pada cakra kelima. Jadi bila diurutkan secara detil, terdapat 9 tahap yang dilalui manusia dan untuk ini sepertinya berbagai kirata dari angka 9 dapat kita pertautkan seperti dengan jumlah kata yang memakai tanda petik “ “ dalam Penjelasan UUD 1945 :

1. “pembukaan”

2. “Negara”

3 “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasar atas persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia”

4. “supel”

5. “mandataris”

6. “neben”

7. “untergeordnet”

8. “diktator”

9. “golongan-golongan”

Gambaran tentang nilai-nilai yang ditegakkan pada alam ruh sedikit telah digambarkan pada Pembukaan UUD 1945 alinea pertama : “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”. Inilah sebagai landasan dari apa yang dikatakan sebagai hak-hak asasi manusia, karena kita tahu bahwa hakikat manusia adalah ruhnya.

Sedangkan bagaimana kondisi di alam rahim di mana awal mula manusia melakukan pertumbuhan dari hanya setetes air sampai membentuk wujud manusia dengan berbagai kelebihannya dan siap memasuki alam dunia melalui pintu gerbang seorang ibu, diisyaratkan melalui kata-kata : “Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur”.

Nilai yang ditegakan di alam kubur adalah merdeka, bebas dari keterikatan hal-ihwal duniawi. Sedangkan di alam ba’ats, nilai yang ditegakkan adalah persatuan, yaitu bersatunya kembali unsur-unsur manusia yang telah hancur, melebur, terpisah karena proses penghancuran alam semesta secara keseluruhan. Berikutnya memasuki alam mahsyar di mana semua makhluk dikumpulkan dengan membawa identitas serta warnanya masing-masing, yang berbendera jujur, munafik, mu’min, fasik dan lain-lain semuanya berkumpul menjadi satu di padang mahsyar dengan kondisi sesuai dengan hasil perbuatannya, di sinilah nilai kedaulatan yang akan ditegakkan. Selanjutnya secara bergiliran, tiap diri kita diukur, ditimbang amalnya untuk ditentukan di tangan mana kita akan menerima buku catatan amalnya, kanan atau kiri dan disinilah nilai keadilan yang akan ditegakkan, dan sepertinya sudah tentu kita berharap bisa berakhir dengan kebahagiaan, dengan memasuki tempat yang penuh dengan kemakmuran.

Jika yang berangka 8 bisa dikirata-kan dengan senjata Cakra milik Batara Wisnu, sejatinya Prabu Kresna, tentunya angka-angka yang lain pun dapat pula dikirata-kan seperti yang berangka 4 tetapi 5 (4 ayat dengan 5 statement) dengan Mirah Dalima, yang berangka 5 dengan Cupu Retna Dumilah, yang berangka 6 dengan Cupu Manik Astagina, yang berangka 7 dengan Pustaka Darya, angka 9 dengan Kuncung Semar, angka 10 atau 19 dengan tanaman Latamao Sadi, angka 12 atau 19 dengan Cupu Wajang, angka 39 dengan Kembang Cangkok Wijayakusuma serta 4 sehat 5 sempurna dengan Layang Jamus Kalima Sadha.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar