02 November, 2009

Purbatisti - Purbajati ( Part 1 )

Purbatisti Purbajati

(Kirata Konstitusi Kita)

Untuk kalangan terbatas

Bagi mereka yang hanya memiliki cinta di hatinya:

Para Pendiri Republik ini ; Seluruh rakyat dan bangsaku

Andi Supriadi





R E S U M E

“Bagi kelanjutan negeri ini, tidak diperlukan berjuta-juta konsep negara yang dianggap sempurna dan modern, tetapi kenyataanya malah kaku dan terasa kering secara emosional. Kehadiran Pancasila dan UUD 1945 yang telah lama ada di tengah-tengah kita dengan segala kehandalan dan kemahirannya telah mampu menjawab semua tantangan itu.

Untuk memahami sebuah konstitusi tidak cukup hanya dengan membaca teksnya saja, tetapi harus juga dipelajari bagaimana prakteknya, suasana kebatinannya (psikis) dan latar belakang (sejarah) dibuatnya konstitusi itu. Jika kita cermati kata demi kata, huruf demi huruf, susunan serta cara penulisannya, ternyata di dalam UUD 1945 itu terkandung isyarat-isyarat penting dan pelajaran-pelajaran menakjubkan yang tersembunyi dan berkapasitas universal. Setidak-tidaknya 6666 ayat atau 114 surat yang merupakan sumber dari segala sumber ilmu telah dapat diisyaratkan di dalamnya. Tidak hanya untuk kepentingan negara saja, tapi juga badan manusia dan alam semesta. Tidak hanya menjadi panduan bagi negarawan, politisi atau akademisi, tapi juga untuk kalangan ibu-ibu , para ahli hikmah dan tarekat sampai masyarakat awam yang konservatif.

Namun belumlah pantas jika kita hanya menempatkannya sebagai bahan perdebatan yang sengit dan perbincangan yang tidak henti-hentinya, karena untuk bisa menikmati kelezatannya tidak cukup hanya dengan rayuan kata-kata saja dan keberartian mereka akan lebih terasa bila kita mempraktekannya dalam kehidupan yang wajar. Oleh karenanya, mari kita tunjukkan keakuan kita terhadap kebenaran serta kecintaan kita kepada bangsa dan negara ini, dengan mewujudkannya dalam bentuk karya nyata sekalipun kita menyadari bahwasanya lidah perbuatan itu lebih pasif daripada lidah mulut”,


Andi Supriadi, kelahiran Sukabumi, 9 April 1976, alumnus Jurusan Kimia FMIPA Universitas Padjadjaran (Thn 2000) dengan sebelumnya menamatkan pendidikan di SMAN 3 Bogor (Thn 1995), SMPN 1 Cicurug Sukabumi (Thn 1992) dan SDN 3 Cicurug Sukabumi (Thn 1989) serta merupakan bagian dari Keluarga Besar Panca Tunggal, Ganala-Himaka, Yon II Mahawarman dan Komunitas Sarupaning dengan think global act local-nya.






RUMANGSA

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Segala puji dan syukur ke hadirat Ilahi Robbi yang jika tanpa petunjuk dan rido-Nya mustahil rahasia yang selama ini masih terpendam dan mutiara terkemas dapat diungkap dan dilentingkan ke dalam risalah kecil dengan tajuk Purbatisti Purbajati (kirata konstitusi kita).

Pengungkapan kirata ini tidak didasarkan pada khayalan atau mimpi-mimpi kosong dan tidak pula memerlukan pertolongan selain daripada pertolongan-Nya. Penggunaan istilah kirata (kira-kira nyata) diambil dari bagian kebiasaan dan tradisi para pendahulu kita dalam merujuk dan memahami sesuatu yang rumit dan kompleks dengan lebih mudah dan sistematis. Jika kita temukan adanya keterbatasan dalam pengungkapan nilai-nilai esensi dan instrumentasi melalui kata-kata dalam tulisan adalah lebih disebabkan karena kekuasaan jari-jari tangan itu lebih sederhana daripada kekuasaan jari-jari fikiran.

Di dalam menelaah wacana ini saya mengajak anda untuk bermain angka dan logika, oleh karenanya mari sedikit kita longgarkan kekakuan hati dan kebekuan akal agar kebeningan nurani dan kegemilangan fikiran dapat menyusuri jalannya sendiri. Tidak sedikit pun niat di dalam hati saya untuk membuat sama antara hasil cipta manusia yang berupa Proklamasi, Pancasila dan UUD 1945 sebagai buah mahakarya para pendahulu kita itu dengan wahyu-wahyu Ilahi, tetapi saya meletakannya tidak lebih dari sekedar metode untuk belajar mengenal sabda-sabda Sang Pencipta. Terserah anda yang menilainya apakah itu semua merupakan suatu faktor kebetulan belaka dan tidak lebih dari suatu pembenaran ataukah memang keelokan serta kebenaran tersembunyi yang selama ini disimpan rapi dan tidak diperkenankan diketahui oleh khalayak ? Biarlah sejarah itu mengalir dengan sendirinya dan pastikan saja hanya hati nurani kitalah yang akan mampu menjawabnya dengan jujur, ikhlas serta apa adanya.

Akhirnya saya ucapkan terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua fihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu atas segala do’a dan bantuannya sehingga penulisan buku ini dapat selesai sesuai dengan rencana.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Di Sukabumi, 9 April 2003

Pukul 07.00 pagi

Penulis,

Andi Supriadi






MUNGGARAN

Dalam setiap kedipan mata dan helaan nafas semoga kesejahteraan serta keselamatan selalu tercurah kepada manusia sempurna yang bernama Muhammad, putra Abdullah dan ibunya Siti Aminah keturunan Bani Hasyim yang kepadanya telah diwahyukan : “Bacalah atas nama Tuhanmu yang telah menciptakan. Yang telah menciptakan manusia dari ‘alaq”. Sebagai Rosul dari Yang memerintahkan : “Bacalah dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah yang mengajarkan dengan perantaraan Qalam”, juga sebagai Nabi dari “Yang mengajarkan manusia tentang segala sesuatu yang belum diketahui”.

Masyhurnya surat Al-‘Alaq ayat 1-5 sebagai wahyu pertama yang diturunkan Allah kepada hamba pilihan-Nya telah banyak mengisyaratkan sesuatu yang penting yang bisa kita cermati. Setidak-tidaknya ada 3 (tiga) hal utama dan pertama yang mesti difahami manusia, yaitu tentang keberadaan asal-usul atau sejarah, qalam atau bahasa yang merupakan hasil aktivitas segenap kemampuan manusia untuk mengungkapkan sesuatu yang ditemukan oleh alat responnya yang berupa panca indera serta alam yang merupakan himpunan semesta dari sejarah dan bahasa. Angka 3 ini pula yang mengingatkan kita pada wujud zat yang telah populer yaitu zat cair, padat dan gas. Penggunaan istilah ‘alaq yang oleh umumnya para ulama diartikan sebagai segumpal darah telah cukup merujuk keberadaan zat cair dan juga istilah qalam diartikan sebagai alat unuk menulis/pena telah cukup merujuk keberadaan zat padat serta penggunaan istilah ilmu/alam telah cukup pula untuk merujuk keberadaan zat berwujud gas. Lebih tegasnya para ulama menyitir dengan ungkapan “al’ilmu karriyah”, ilmu itu seperti udara, dan kita tahu bahwa udara itu wujudnya adalah gas sulit untuk dilihat dan ditangkap kecuali dengan perangkatnya. Sepertinya pemaknaan ini sejalan dengan yang dimaksud oleh ayat 5 dari surat Al-Alaq tadi, sesuatu yang ada tetapi belum diketahui oleh indera manusia dan ini merupakan faktor pembatas dari apa-apa yang belum tercakup oleh sejarah dan bahasa.

Jikalau kita membicarakan sejarah sudah barang tentu fikiran kita akan merujuk kepada apa-apa yang telah terjadi, tidak terbatas untuk masa purba atau masa setelah manusia mengenal tulisan tetapi juga untuk masa satu detik yang baru saja kita lalui. Perjalanannya seperti siklus air: menguap, mengembun, jatuh mengalir, demikian seterusnya terjadi hanya pelakunya saja yang berbeda. Lain halnya dengan bahasa, bukan hanya bahasa Indonesia, bahasa Arab, bahasa matematika atau sebangsanya tetapi juga meliputi suara-suara, tulisan-tulisan, gambar-gambar, simbol-simbol, perkakas dan lain-lain yang semuanya itu dapat direspon oleh pancaindera manusia. Lebih mudahnya saya katakan bahwa bahasa disini merupakan isyarat yang digunakan secara audio maupun visual dalam skala kemampuan makhluk pada umumnya untuk merujuk kepada sesuatu yang rumit. Misalnya ada zat cair yang berwarna bening, atom penyusunnya adalah hidrogen dan oksigen, pada tekanan tertentu titik didihnya 100° C, titik bekunya 0°C, viskositasnya sekian, struktur molekulnya demikian dan sesrentetan sifat-sifat lainnya, kemudian orang Sunda menyebutnya dengan cai, orang Betawi dengan aer, orang Inggris dengan water, orang Arab dengan mai, orang Jawa dengan banyu, orang India dengan tirta atau apalah namanya agar lebih mudah merujuknya daripada dengan menyebutkan berbagai sifatnya yang cukup rumit dan di sinilah yang saya maksud dengan hasil aktivitas segenap kemampuan manusia karena dilihat dari proses pengungkapan bahasanya itu.

Begitu pula yang menjadi standar acuan yang dipergunakan oleh kita dalam menentukan hukum atau menyelesaikan masalah selalu kumaha biasana wae yang berarti mengikuti sejarah atau didasarkan pada penemuan sendiri yang berbeda dari biasanya atau berusaha atas dasar ijtihad dengan mengikuti kemampuan sendiri yang secara otomatis mencakup kemampuan maksimalnya dalam menelusuri kebiasaan dan mendayagunakan penemuan sendiri dan guna menguasai ketiganya adalah berturut-turut dengan cara taba’ah, sabar serta tawakal. Inilah barangkali kenapa untuk mengingatkan kita kepada sejarah dan juga kepada bahasa bahwa keduanya berbeda, Sang Pencipta menggunakan dua kata “iqro” untuk masing-masing keduanya tetapi tidak untuk mengingatkan kepada alam.

Dengan angka 3 pula ajaran Muhammad itu berpijak yakni atas dasar Iman, Islam dan Ikhsan. Jika kita perhatikan isi dari wahyu-wahyu yang diturunkan kepada Muhammad itu hampir 1/3 nya adalah berupa riwayat/sejarah untuk menggugah keimanan selebihnya adalah cara penyelesaian masalah agar kehidupan berlangsung dengan selamat/islam dan selebihnya lagi adalah kaidah-kaidah dasar alam agar terpancangkan kebajikan/ihsan, terutama mengenai konsep berlangsungnya mekanisme di alam yang rahasia terbesarnya terletak pada adanya perbedaan, Dari sini pulalah kita bisa temukan konsep dasar agama-agama samawi yang menghendaki pengakuan secara hakikat terhadap adanya makhluk dan khalik yang berbeda satu sama lain dalam perihal zat, sifat, perbuatan dan wujudnya tetapi merupakan satu kesatuan. Merah dan putih itu dua yang berbeda, tetapi satu dalam merah putih. Allah dan Muhammad itu dua yang berbeda satu sama lain dalam zat, sifat, perbuatan dan wujudnya tetapi membentuk satu rangkaian yang menyatu dalam Lailaha illallah Muhammad rosulullah: yang beda itu, yang satu pun itu.

Dalam skala kosmos yang berbeda saya ingin mengilustrasikannya dengan kisah seorang raja dan panglimanya ketika harus memimpin pertempuran di medan perang. Sang raja berhalangan hadir dan mengutus panglimanya itu untuk mewakili dirinya. Semua pasukan yang setia mengetahui betul bahwa yang memimpin mereka adalah panglima bukan rajanya langsung tetapi apapun yang diperintahkan panglimanya itu akan diikutinya dengan penghargaan yang sama seperti halnya jika raja mereka hadir langsung memimpinnya karena seolah-olah segala kharisma panglima adalah kharisma rajanya, kata-kata panglima adalah kata-kata raja, intruksi panglima adalah intruksi raja, diri panglima adalah diri raja sekalipun satu sama lain adalah berbeda. Fenomena-fenomena inilah kemudian dengan bahasa yang sederhana oleh para pendahulu kita disebutnya sebagai Bhinneka Tunggal Ika. Aku adalah Engkau, Engkau adalah Aku ; Aku begini karena Engkau begitu, Engkau begini karena Aku begitu, dan lain-lain yang sepadan dengan itu seperti kanan dan kiri itu satu, panas dan dingin itu satu, suka dan duka itu satu, gembira dan nestapa itu satu, siang dan malam itu satu demikian seterusnya adalah yang satu, semuanya akan terpusat kepada yang satu karena memang hanya yang satu itulah yang benar adanya. Hal ini pulalah yang mendasari adanya hukum aksi-reaksi yang lebih dipopulerkan oleh Newton dalam fisika juga mengenai hubungan massa (m), percepatan(a) dan gaya (F), dimana kita tahu bahwa m berbanding terbalik dengan a tetapi keduanya berbanding lurus dengan F , F itu sendiri adalah m dan a (dan diartikan perkalian dalam teori dasar logika sementara atau diartikan penjumlahan).

Dalam kaitannya dengan konstitusi kita yaitu UUD 1945, nyata kita perhatikan terdiri atas 3 bagian besar yaitu Pembukaan, Batang Tubuh serta Penjelasan yang semuanya telah mewakili 3 yang utama dan pertama sebagaimana kita uraikan di atas. Mari kita perhatikan untuk tiap bagiannya, berapa jumlah kata penyusunnya, berapa huruf yang dicetak tebal, berapa kata yang sengaja dicetak miring dan lain-lain yang sengaja kita telaah karena angka-angka itulah yang memiliki keberartian. Misalnya pada Pembukaan UUD 1945, terdapat 1210 huruf pada 4 alinea dan 26 huruf yang dicetak tebal sebagai judulnya yaitu :


UNDANG-UNDANG DASAR

P E M B U K A A N

Sehingga jumlah huruf keseluruhan adalah 1210 + 26 = 1236, dan angka ini sesuai dengan penjumlahan 786 dengan 450. Angka 786 mengisyaratkan pada bobot huruf Bismillahirrohmanirrohim (Q.S.An-Naml : 30), sedangkan 450 merupakan bobot huruf dari Hasbunallahu wani’mal wakil (Q.S.Al-Imron : 173), cara penghitungan seperti ini umumnya dipergunakan oleh kalangan para ahli hikmah untuk mempraktekan ilmu hisab atau membuka rahasia dari sebuah ayat dengan berbagai kelezatannya. Baik Bismillahirrohmanirrohim maupun Hasbunallahu wani’mal wakil dalam tulisan arabnya sama-sama memiliki 19 huruf, tetapi Bismillahirrohmanirrohim terdiri atas 10 huruf penyusun sementara Hasbunallahu wani’mal wakil terdiri atas 12 huruf penyusun. Keduanya ibarat dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain dan merupakan kalimat yang sudah tidak asing lagi bagi para muslimin-muslimat karena sering dijadikan wirid sebagai sarana untuk berdzikir.

Angka-angka menurut hitungan abjad (bobot huruf)



Contoh perhitungan menentukan bobot huruf suatu kata/kalimat.

Menghitung bobot huruf Hasbunallu wani’mal wakil :

ح = 8

س = 60

ب = 2

ن = 50

ا = 1

ا = 1

ل = 30

ل = 30

ه = 5

و = 6

ن = 50

ع = 70

م = 40

ا = 1

ل = 30

و = 6

ك = 20

ي = 10

ل = 30

450


Menghitung bobot huruf Bismillahirromanirrohim :

ب = 2

س = 60

م = 40 x 3

ا = 1 x 3

ل = 30 x 4

ه = 5

ر = 200 x 2

ح = 8 x 2

ن = 50

ي = 10

786


Dengan cara penghitungan yang sama, bobot huruf surat Al-Ikhlas adalah 1002: Qul Huwallu ahad (220), Allahu somad (231), lam yalid (114), walam yulad (126), walam yakullahu (191), kufuwan ahad (120). Demikian pula dengan surat Al-Falaq bobot hurufnya adalah 8675 dan surat An-Nass adalah 4901.

Jumlah huruf surat Al-Ikhlas dari ayat 1 sampai dengan 4 berturut-turut adalah : 11; 9; 12; 15 dengan jumlah huruf yang bertasdid ada 4.

Jika kita perhatikan jumlah kata pada Batang Tubuh UUD 1945 tanpa kata-kata yang hurufnya dicetak tebal, kita akan dapatkan angka 1042. Kata-kata yang dicetak tebal dihitung jumlah hurufnya secara tersendiri dan jumlah huruf yang dicetak tebal pada Batang Tubuh UUD 1945 adalah 730. Penghitungan kata 1042 kalau kita rinci adalah dari Pasal 1 ayat 1 : Negara Indonesia ialah negara kesatuan yang berbentuk Republik demikian seterusnya sampai pada….menetapkan Undang-Undang Dasar, pada ayat 2 ATURAN TAMBAHAN. Contoh nyatanya pada ATURAN TAMBAHAN terdiri atas 39 kata, jadi dari Pasal 1 sampai ATURAN PERALIHAN terdiri atas 1003 kata dengan catatan angka 2/3 pada Pasal 37 dianggap satu kata karena memiliki satu kesatuan makna.

Jumlah huruf surat Al-Falaq dari ayat 1 sampai dengan 5 berturut-turut adalah : 14; 9; 15; 18; 15 dengan jumlah huruf yang bertasdid ada 7.

Jumlah huruf surat An-Nass dari ayat 1 smpai dengan 6 berturut-turut adalah : 14; 8; 8; 17; 20; 13 dengan jumlah huruf yang bertasdid ada 10.

Angka 39 cukup mewakili pendapat yang mempunyai anggapan bahwa surat Mu’awidzatain (Al-Falaq + An-Nass), terdiri atas 39 kata atau 151 huruf jika dihitung tanpa tasdid. Sementara umumnya kalangan menganggap jumlah kata surat Mu’awidzatain adalah 40 seperti angka yang diisyaratkan Yang Maha Pencipta kepada Kalimullah Musa ketika ingin bertemu dengan-Nya. Bagi kalangan para ahli hikmah menganggap hal ini sangat relevan mengingat Kalimullah Musa diberi kekuasaan menundukkan air berikut rahasia suara dengan wakallamallahu musa taklima-nya, dan energi dari surat Mu’awidzatain dikenal dengan julukan Syekh Darrotul’ain atau Qorrotul’ain (dua suara/bunyi). Darroth itu atom, ‘ain itu dua, jadi dua atom yaitu Hidrogen dan Oksigen. Dengan demikian jika menganggap surat Mu’awidzatain itu terdiri atas 39 kata berarti angka 1003 merupakan isyarat dari jumlah bobot huruf Al-Ikhlas (1002) dan 1 kata yang tersisa (kata nasional pada ATURAN PERALIHAN) dianggap diri dari yang empunya. Tetapi andaikata kita menganggap jumlah kata surat Mu’awidzatain adalah 40, berarti 1002 telah jelas mengisyaratkan pada jumlah bobot huruf surat Al-Ikhlas.

Dalam kemungkinan yang lain, angka 39 jika ditambah dengan jumlah huruf kata nasional (8 huruf) adalah sama dengan 47, dan angka 47 ini merupakan jumlah huruf dari surat Al-Ikhlas tanpa menghitung ganda huruf yang diberi tasdid (w). Jika dihitung jumlah total hurufnya dengan menghitung ganda huruf yang diberi tasdid (4 tasdid) berarti sama dengan 51, dan angka 51 ini cukup mengisyaratkan pada jumlah 49 ayat dengan 2 ayat ATURAN TAMBAHAN pada Batang Tubuh UUD 1945. Sampai di sini kita catat dengan baik setidak-tidaknya untuk belajar mengenal Sabda-Sabda Sang Pencipta, telah dua kali surat Al-Ikhlas diisyaratkan dan mari perhatikan dengan seksama, beberapa kemungkinan dan pendapat yang berbeda tetap dapat diakomodir dengan baik.

Melaju pada Penjelasan UUD 1945, jika kita hitung jumlah huruf yang dicetak tebal, jumlahnya adalah 717 dan perhatikan dengan khusus bahwa kata : ayat 1 pada penjelasan Bab X WARGA NEGARA Pasal 26, tidak termasuk dalam penghitungan ini karena memang tidak dicetak tebal dan menunjukkan jati diri dari angka 717 itu sendiri dan secara konsep memberikan isyarat tersendiri serta rujukan yang cukup menakjubkan mengenai mekanisme di alam semesta. Agar tidak lupa, kita ingatkan sekali lagi, sesuai rujukan 3 yang utama kita tempatkan Pembukaan itu sebagai sejarah, Batang Tubuh itu qalam/bahasa dan Penjelasan adalah alam.

Untuk satu kemungkinan bahwa ayat 1 pada penjelasan Bab X WARGA NEGARA Pasal 26 merupakan jati diri dari angka 717, dapat kita kirata-kan dengan bobot huruf dari surat Al-Kautsar ayat 2 yang berjumlah 717:”Fasolli lirobbika wanhar” ; Maka dirikanlah shalat (kesejahteraan) untuk Tuhanmu dan berkorbanlah!

ف ص ل ل ر ب ك و ا ن ح ر

(80+90+30+30+200+2+20+6+1+50+8+200)

Selain kata ayat 1 yang mendapat perhatian khusus, pada Penjelasan UUD 1945 dalam SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA angka Romawi VI terdapat kata bertanggung jawab, dalam acuan yang saya temukan ada yang ditulis “bertanggung-jawab”, ada pula yang ditulis “bertanggung jawab”. Hal ini akan memberikan hasil yang lain dalam menghitung jumlah katanya jikalau kita dapatkan kata “bertanggung” pada satu baris dan “jawab” pada baris berikutnya dengan memakai tanda – (strip) bisa diasumsikan merupakan satu kata yang terpisah karena perbedaan baris. Tetapi akan terhitung 2 kata jika tanpa tanda strip dan berada pada satu baris yang sama. Oleh karenanya di sini saya ingin memberikan perhatian khusus dengan menganggap satu kata untuk kata bertanggungjawab pada kalimat “Menteri Negara ialah pembantu Presiden;Menteri Negara tidak bertanggung-jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat” dan menganggap dua kata untuk kata bertanggung jawab yang lain pada kalimat “Presiden mengangkat dan memperhentikan menteri-menteri negara. Menteri-menteri itu tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perakilan Rakyat.”, atau dengan anggapan terbalik juga dipersilakan, yang jelas ada yang dihitung satu kata, ada yang dihitung dua kata tetapi dua-duanya adalah satu makna yakni bertanggung jawab serta kata inilah yang akan berperan dalam membantu memahami mekanisme alam. Dengan demikian, saya menghitung jumlah kata Penjelasan UUD 1945 adalah 2533.

Hal lain yang perlu mendapat perhatian khusus adalah kata Majelis pada angka Romawi III dalam SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA yang tidak ikut dicetak miring seperti kata-kata sebelumnya (Die gesamte Staatgewalt liegt allein bei der Majelis). Berikutnya adalah kata “dengan” pada angka Romawi II. Pokok-pokok pikiran dalam pembukaan, bagian angka 1, tepatnya pada kalimat “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasar atas persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia.” Kata “dengan” tersebut ada yang menulisnya dengan cetak miring, ada pula yang tidak. Baik kata Majelis maupun kata dengan, keduanya sangat bermakna dalam memahami mekanisme alam.

Jika angka 717 ditambah dengan 2533 hasilnya adalah 3250, dan angka 3250 ini mengisyaratkan pada jumlah huruf surat Yasin, surat yang begitu populer di kalangan masyarakat kita. Dengan tidak meniadakan ragamnya pendapat mengenai penulisan redaksi wahyu-wahyu Ilahi, saya menyetujui pendapat yang menghitung jumlah hurufnya 3048 dengan 202 buah tasdid (w). Jadi bila kita hitung huruf surat Yasin secara keseluruhan dengan menghitung ganda huruf-huruf yang bertasdid, jumlahnya adalah 3048 + 202 = 3250, dan untuk surat Yasin ini dari Anas bin Mailk, Rosul terakhir pernah berkata bahwasanya “Segala sesuatu pasti mempunyai hati, sedangkan surat Yasin adalah hatinya Qur’an. Siapa yang membacanya sekali, sama dengan mengkhatamkan Qur’an sepuluh kali dan siapa yang membacanya setiap malam sepanjang hidupnya sampai mati, termasuk mati syahid”.

Jumlah huruf surat Yasin dari ayat 1 sampai dengan 83 berturut-turut : 2; 13; 14; 13; 17; 30; 31; 43; 51; 37; 54; 57; 37; 57; 55; 28; 22; 55; 38; 45; 29; 31; 58; 16; 19; 29; 27; 47; 31; 47; 45; 23; 50; 43; 38; 55; 37; 39; 36; 57; 35; 23; 34; 22; 45; 42; 91; 29; 36; 33; 40; 52; 40; 42; 26; 31; 23; 15; 25; 49; 23; 36; 21; 24; 57; 46; 48; 30; 42; 32; 49; 33; 29; 31; 30; 36; 41; 41; 37; 44; 60; 34; 35 dengan jumlah huruf yang bertasdid ada 202.

Dua ayat surat Al-Kautsar lainnya, yaitu ayat 1 dan 3, masing-masing bobot hurufnya adalah 969 dan 1068 yang jika keduanya ditambahkan dengan jumlah huruf keseluruhan surat An-Naba 853 (781 huruf + 72 tasdid), ditambah pula dengan 97 ayat dari surat Maryam (ayat 1 ditempatkan khusus), 15 ayat dari surat Asy-Syams, 69 ayat dari surat Al-Ankabut serta ditambah dengan jumlah huruf keseluruhan dari surat Ad-Dhuha, yakni 179 (166 huruf + 13 tasdid) hasilnya adalah 3250.

Jumlah huruf surat An-Naba dari ayat 1 sampai dengan 40 berturut-turut adalah : 10; 13; 16; 10; 12; 16; 13; 13; 16; 15; 17; 20; 16; 25; 16; 10; 19; 26; 22; 21; 16; 10; 15; 24; 14; 9; 21; 17; 16; 23; 14; 12; 12; 10; 24; 18; 45; 57; 32; 66 dengan jumlah huruf yang bertasdid ada 72.

Jumlah huruf surat Ad-Dhuha dari ayat 1 sampai dengan 11 berturut-turut adalah : 6; 11; 15; 20; 18; 16; 13; 16; 18; 17; 16 dengan jumlah huruf yang bertasdid ada 13.

Jika jumlah huruf dari ayat 1 surat Maryam (5) ditambah dengan jumlah huruf ayat 1 dan 2 dari surat As-Syuura (5), ditambah pula dengan jumlah huruf keseluruhan surat Al-‘Alaq, yakni 314 (290 huruf + 24 tasdid) dan dilengkapi dengan jumlah huruf keseluruhan surat Al-Muzzammil 912 (848 huruf + 64 tasdid) hasilnya adalah 1236, sesuai dengan jumlah huruf Pembukaan UUD 1945.

Jumlah huruf surat Al-‘Alaq dari ayat 1 sampai dengan 19 berturut-turut adalah : 19; 15; 15; 13; 18; 17; 11; 14; 13; 10; 18; 12; 15; 17; 26; 15; 10; 12; 20 dengan jumlah huruf yang bertasdid ada 24.

Jumlah huruf surat Al-Muzzammil dari ayat 1 sampai dengan 20 berturut-turut adalah : 11; 14; 18; 24; 21; 29; 21; 26; 36; 32; 35; 19; 22; 40; 51; 30; 35; 26; 31; 327 dengan jumlah huruf yang bertasdid ada 64.

Bila jumlah ayat dari surat Asy-Syuura yang tersisa yakni 51 (53-2) ditambah dengan jumlah huruf keseluruhan surat Al-Thoriq 278 (253 huruf + 25 tasdid) dan ditambah pula dengan jumlah huruf keseluruhan surat Al-Lail 340 (313 huruf + 27 tasdid), hasilnya adalah 669. Angka ini (669) bila digenapkan dengan jumlah huruf keseluruhan dari surat Al-Waqi’ah, yakni 1864 (1728 huruf + 136 tasdid) akan menghasilkan angka 2533.

Jumlah huruf surat Al-Thoriq dari ayat 1 sampai dengan 17 berturut-turut adalah : 14; 16; 11; 19; 18; 12; 22; 15; 14; 17; 15; 14; 10; 11; 14; 9; 22 dengan jumlah huruf yang bertasdid adalah 25.

Jumlah huruf surat Al-Lail dari ayat 1 sampai dengan 21 berturut-turut adalah : 12; 14; 18; 11; 15; 11; 13; 16; 11; 13; 21; 12; 19; 16; 16; 12; 14; 18; 21; 21; 9 dengan jumlah huruf yang bertasdid adalah 27.

Jumlah huruf surat Al-Waqi’ah dari ayat 1 sampai dengan 96 berturut-turut adalah : 14; 15; 10; 14; 13; 14; 15; 25; 25; 15; 13; 11; 12; 14; 12; 18; 20; 24; 21; 16; 16; 7; 21; 18; 26; 15; 23; 10; 9; 8; 9; 11; 17; 10; 16; 13; 10; 11; 12; 13; 23; 11; 10; 13; 21; 25; 47; 16; 19; 24; 25; 17; 17; 19; 15; 16; 20; 14; 25; 32; 35; 32; 15; 25; 28; 10; 12; 22; 33; 27; 21, 31; 27; 17; 18; 20; 12; 10; 17; 16; 22; 22; 19; 16; 28; 20; 19; 19; 18; 21; 18; 26; 10; 10; 16; 17 dengan jumlah huruf yang bertasdid ada 136.

Dalam membaca surat Al-Waqi’ah kita dianjurkan untuk menjawab seruan ayat terakhirnya “Oleh karena itu sucikanlah nama Tuhanmu Yang Maha Besar” bila dijawab dengan Subhanallah, Alhamdulillah, Allahu akbar ditegaskan dengan Huwallu ahad, Allahu somad, lam yalid, walam yulad, walam yakullahu, kufuwan ahad akan menghasilkan angka 669 pula, dengan rincian 187 (bobot huruf Subhanallah), 148 (bobot huruf Alhamdulillah) dan 289 (bobot huruf Allahu akbar) ditambah dengan jumlah huruf dari surat Al-Ikhlas tanpa kata “Qul” yakni 45.

Berikut adalah kata-kata yang hurufnya dicetak tebal pada Batang Tubuh UUD 1945:

BAB I

BENTUK DAN KEDAULATAN

Pasal 1

BAB II

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

Pasal 2

Pasal 3

BAB III

KEKUASAAN PEMERINTAHAN NEGARA

Pasal 4

Pasal 5

Pasal 6

Pasal 7

Pasal 8

Pasal 9

Sumpah Presiden (Wakil Presiden)

Janji Presiden (Wakil Presiden)

Pasal 10

Pasal 11

Pasal 12

Pasal 13

Pasal 14

Pasal 15

BAB IV

DEWAN PERTMBANGAN AGUNG

Pasal 16

BAB V

KEMENTERIAN NEGARA

Pasal 17

BAB VI

PEMERINTAH DAERAH

Pasal 18

BAB VII

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

Pasal 19

Pasal 20

Pasal 21

Pasal 22

BAB VIII

HAL KEUANGAN

Pasal 23

BAB IX

KEKUASAAN KEHAKIMAN

Pasal 24

Pasal 25

BAB X

WARGA NEGARA

Pasal 26

Pasal 27

Pasal 28

BAB XI

AGAMA

Pasal 29

BAB XII

PERTAHANAN NEGARA

Pasal 30

BAB XIII

PENDIDIKAN

Pasal 31

Pasal 32

BAB XIV

KESEJAHTERAAN SOSIAL

Pasal 33

Pasal 34

BAB XV

BENDERA DAN BAHASA

Pasal 35

Pasal 36

BAB XVI

PERUBAHAN UNDANG-UNDANG DASAR

Pasal 37

ATURAN PERALIHAN

Pasal I

Pasal II

Pasal III

Pasal IV

ATURAN TAMBAHAN


Tidak ada komentar:

Posting Komentar